Selasa, 05 Juli 2011

Pengaruh Kosmetika Pada Kulit


BUKAN berita baru kalau kini, banyak wanita merasa gelisah lantaran ingin berkulit lebih putih. Gempuran promosi akan produk pemutih kulit tampaknya telah sukses membentuk opini kaum hawa bahwa kulit putih lebih menarik dan lebih cantik dibanding sawo matang atau hitam. Buntutnya, segala jenis produk kosmetik baik dalam bentuk lotion, pembersih wajah, sabun, krim malam, sampai bedak, yang menjanjikan warna kulit lebih putih amat laku di pasaran. Tapi, benarkah aneka pemutih kulit ini efisien sesuai iklannya, dan aman bagi kulit?
Salah satu situs kesehatan mencatat kisah Niar (22 tahun). Demi mendapatkan kulit putih idaman, gadis ini rela membelanjakan uangnya hingga ratusan ribu rupiah, untuk paket kosmetik pemutih wajah.
Dua hari pertama pemakaian berlangsung aman. Tapi, menginjak hari ketiga, kulit wajah terkelupas, dan warnanya memerah. Niar sempat mengira bahwa perubahan ini hanyalah reaksi awal kosmetik. Tapi, lewat dua bulan, merah di wajah tak kunjung hilang. Malah, seluruh wajahnya membengkak! Setelah mendapatkan perawatan intensif dari dokter, dan (lagi-lagi) makan biaya besar, kulit wajahnya kembali normal.
Berdasarkan catatan penulis, Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) juga berkali-kali menerima pengaduan konsumen akibat penggunaan produk pemutih kulit. Ada salah satu konsumen mengalami belang-belang pada wajah, seperti panu dengan warna kemerahan dan iritasi di sana sini, gara-gara pemakaian krim pemutih. Ini mengindikasikan terjadinya kerusakan pigmen. Dalam kondisi berat, atau jika kerusakan sudah berlangsung permanen, dokter takkan bisa memulihkannya kembali.
Tampak lebih hitam
Kaum perempuan biasanya mengenal bedak, pelembab, pembersih wajah, dan sejenisnya sebagai produk kosmetik. Lalu, bagaimana dengan pemutih kulit?
Suatu produk digolongkan sebagai kosmetik bila zat-zat yang terkandung di dalamnya berasal dari bahan alami atau kimia dalam jumlah maksimum telah ditentukan, yang — menurut UU Kesehatan — memiliki fungsi untuk merawat dan memperindah penampilan, bukan untuk terapi seperti obat. Selain itu, kosmetik juga tidak boleh mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh dan hanya boleh bekerja di lapisan epidermis kulit.
Namun, berdasarkan survei label yang pernah dilakukan YPKKI terhadap 27 produk pemutih kulit dan antikerut yang beredar di pasaran, ternyata kebanyakan dari produk tersebut masuk ke dalam kategori obat.
Padahal, obat, harus digunakan berdasarkan resep dokter. Pelanggaran lain pun terkuak. Fakta menunjukkan, sebagian besar produk pemutih sudah melanggar aturan dalam UU Kesehatan, UU Konsumen, dan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Misalnya, tidak memiliki nomor registrasi (tidak terdaftar) di Departeman Kesehatan, tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, tidak mencantumkan informasi dalam bahasa Indonesia, dan lain-lain.
Kenapa harus terdaftar? Kosmetik selalu mengandung beberapa bahan kimia, namun konsentrasi bahan ini harus memiliki batasan. Bahan seperti hidroquinon yang bekerja mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan pigmen kulit melanin, hanya diperbolehkan sebanyak 2%. Lebih dari ketentuan ini, produk dapat menimbulkan iritasi kulit dan merusak melanin. Padahal, melanin berfungsi melindungi kulit dari reaksi radiasi sinar matahari.
Dengan kata lain, semakin banyak melanin pada kulit, maka kulit akan semakin terlindungi. Karena itulah, penggunaan kosmetik dengan kadar hidroquinon lebih dari 2% harus di bawah pengawasan dokter. Dan, produk seperti ini tergolong obat.
Bahan AHA (alpha hydroxide acid) juga dibatasi, hanya boleh 10% pada kandungan bahan kosmetik. Lebih dari itu, produk termasuk golongan obat. Sementara bahan-bahan seperti asam retinoat, rhodamin, dan merkuri (Hg) sama sekali tidak boleh terdapat dalam produk.
Asam retinoat bekerja mengelupas kulit dan dapat membuat kulit terasa seperti terbakar. Rhodamin yang berfungsi memberikan warna, juga berbahaya pada kulit karena senyawa kimia ini sesungguhnya adalah pewarna tekstil yang terkadang dipakai juga sebagai pewarna makanan. Bila dikonsumsi, ia bisa menimbulkan kanker.
Bahan merkuri yang tergolong sebagai logam berat berbahaya, juga dapat memicu timbulnya kanker kulit. Bahan kimia ini bersifat mengendap dalam kulit.
Benar, khasiat pemutih pada awalnya memang menggiurkan. Hanya dalam hitungan minggu, kulit mengalami perubahan, seperti menjadi lebih kenyal, mulus, kerutan hilang, dan tampak lebih putih. Tapi, begitu pemakaian dihentikan, kulit akan kembali ke kondisi semula. Bahkan, kadang-kadang kondisinya malah lebih parah. Kulit jadi tampak lebih hitam, berwarna merah, atau muncul flek-flek.
Kenapa harus putih?
Dalam mengawasi produk-produk kosmetik yang menjanjikan kulit lebih putih, sebaiknya memang ada peran aktif dari masyarakat. Diharapkan, kaum wanita lebih selektif, kritis, dan teliti dalam memilih produk kosmetik, termasuk bahan pemutih. Pelajari pula efek samping produk. Jika pada pemakaian pertama kulit wajah langsung kemerahan, terjadi iritasi disertai gatal-gatal, sebaiknya pemakaian langsung dihentikan, meskipun produk itu berharga cukup mahal.
Selain itu, untuk mengeliminasi efek samping dan bahaya bahan pemutih, sebaiknya pilihlah produk terdaftar. Artinya, produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan terbukti aman digunakan karena sudah melalui serangkaian tes laboratorium.
Sebagai informasi, jika produk tersebut sudah terdaftar di Badan POM, maka kodenya adalah “CD” untuk kosmetik dalam negeri dan “CL” untuk kosmetik luar.
Jangan mudah percaya pada klaim produk yang berlebihan dan janji iklan yang berefek instan. Misalnya, promosi menjanjikan sabun pembersih muka yang bisa memutihkan wajah dalam tiga minggu. Jelas, ini tak bisa dipercaya, karena ketahanan sabun atau pembersih muka paling lama hanya dua menit, padahal agar efektif, produk sebaiknya dipakai semalaman.
Perhatikan juga tanggal kedaluwarsa produk pemutih atau bahan kosmetik lainnya, karena setiap benda yang dijual selalu memiliki masa edar, apalagi obat yang ada unsur kimianya. Dalam hal ini, konsumen perlu waspada karena produk kedaluwarsa mudah terkontaminasi jamur atau bakteri, sehingga bisa berbalik jadi racun.
Karena setiap orang memiliki sensitivitas kulit yang berbeda, maka jika terjadi efek samping atau hal-hal di luar dugaan, segeralah berkonsultasi ke dokter.
Akhirnya, sebelum mati-matian memutihkan kulit, sebaiknya perempuan juga berpikir lebih jauh, apakah kita memang benar-benar harus berkulit putih? Sesungguhnya, pemakaian kosmetik perawatan yang “hanya” berefek menyegarkan, melembabkan dan menghaluskan kulit saja sudah cukup. Karena, pemutihan kulit berarti “memaksa” terjadinya perubahan struktur melanin pada kulit, dan menyebabkannya lebih rentan terhadap serangan sinar matahari dibanding warna sawo matang. Risikonya lainnya, potensi terkena kanker kulit akan lebih besar.***
Beberapa waktu lalu, kantor berita Reuters dan AFP memberitakan, banyak perempuan di Nairobi, Afrika, menderita kerusakan kulit akibat pemakaian krem pemutih. Ternyata, mereka memakai krem pemutih yang mengandung hidrokuinon dan merkuri dalam konsentrasi tinggi.
Akibatnya, bukan kulit warna putih yang mereka dapatkan, tetapi kulit yang rusak terbakar. Kulit mereka menjadi lebih hitam dari sebelumnya.
Belajar dari pengalaman mereka, sebelum menggunakan krim pemutih kulit, sebaiknya konsumen mengetahui inti perawatan kulit dan meneliti kandungan krim yang akan dipakai.
Pada dasarnya tujuan perawatan kulit adalah mendapatkan kulit yang segar, sehat, dan halus. Kulit yang demikian membuat penampilan seseorang tampak bersih, tidak kusam. Perawatan membuat penampilan kulit lebih sehat, bukan menjadikan kulit berwarna putih.
Krim pemutih yang dikemas produsen dalam sabun, losion tubuh, pelembab, dan sebagainya hanya berfungsi merawat dan memperindah penampilan. Krim pemutih yang dijual bebas tak bisa berfungsi sebagai terapi seperti obat karena obat hanya bisa digunakan berdasarkan resep dokter.
Hidrokuinon dan merkuri
Saat ini hidrokuinon masih digunakan sebagian produsen pemutih karena hidrokuinon mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan melanin yang membuat kulit tampak hitam. Namun, menurut ahli kosmetik di Rumah Sakit Kramat 128, Jakarta Pusat, dr Lili Legiawati SpKK, penggunaan hidrokuinon dalam kosmetika bebas tak boleh lebih dari 2 persen.
“Hidrokuinon tidak boleh digunakan dalam waktu yang lama, dan jika pemakaiannya lebih dari 2 persen, harus di bawah kontrol dokter. Penggunaan hidrokuinon yang berlebihan bisa menyebabkan oochronosis terhadap orang berkulit gelap,” kata Lili.
Oochronosis adalah kulit berbintil seperti pasir dan berwarna coklat kebiruan. Penderita oochronosis akan merasa kulit seperti terbakar dan gatal.
Sementara merkuri sudah dilarang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk digunakan dalam kosmetika meski hanya dioleskan.
“Walau hanya dioleskan dan tidak diminum, merkuri bisa meresap ke dalam pembuluh darah. Bila terakumulasi dalam ginjal, dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal,” tutur Lili yang juga pengajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Namun, yang menjadi masalah, hanya sebagian pemutih yang mencantumkan bahan dasar dan komposisi dalam produknya. Mungkin mereka takut jika mereka mencantumkan bahan baku dan komposisi tersebut, konsumen tidak akan memakai produknya.
“Sering kali pasien yang datang ke dokter karena kondisinya sudah parah. Dokter kesulitan untuk mencari tahu penyebabnya karena produk yang mereka pakai tidak mencantumkan bahan baku dan komposisi,” ujar Lili.

Kamis, 16 Juni 2011

ADAKAH SOLUSI GLOBAL WORMING??



Pada dasarnya, yang harus kita lakukan adalah mengurangi semaksimal mungkin segala aktifitas yang menghasilkan emisis gas rumah kaca.
Ada lima hal utama yang dapat Anda lakukan menyelamatkan planet bumi:

1. Berhenti atau kurangilah makan daging Dalam laporannya yang berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and Options (dirilis November 2006), PBB mencatat bawha 18% dari pemanasan global yang terjadi saat ini disumbangkan oleh industri


pertenakan, yang mana lebih besar dari pada efek pemanasan global yang dihasilkan oleh seluruh alat transportasi dunia digabungkan! yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2 yang dihasilkan, padahal selain sebagai kontributor CO2 yang hebat, industri pertenakan juga merupakan salah satu sumber pencemaran tanah dan sumber-sumber air bersih.
Sebuah laporan dari Earth Institute menegaskan bahwa diet berbasis tanaman hanya membutuhkan 25% energi energi yang dibutuhkan oleh diet berbasis daging. penelitian yang dilakukan Profesor Gido Eshel dan Pamela Martin dari Universitas Chicago juga mememberikan kesimpulan yang sama: mengganti pola makan daging dengan pola makan vegetarian 50% lebih efektif untuk mencegah pemanasan global daripada mengganti sebuah mobil SUV dengan mobil hibrida. Seorang vegetarian dengan standar diet orang Amerika akan menghemat 1,5 ton emisi rumah kaca setiap tahunnya! Seorang vegetarian yang mengendarai SUV Hummer masi lebih bersahabat dengan lingkungan daripada seorang pemakan daging yang mengendarai sepeda! 2. Batasilah emisi karbon dioksida!
Bila memungkinkan, carilah sumber-sumber energi alternatif yang tidak menghasilkan emisi CO2 seperti tenaga matahari, air, angin, nuklir, dan lain-lain.
Bila terpaksa harus menggunakan bahan bakar fosil (yang mana akan menghasilkan CO2), gunakanlah dengan bijak dan efisien. Hal ini termasuk menghemat listrik dan energi, apalagi Indonesia termasuk negara yang banyak menggunakan bahan bakar fosil (minyak, batubara) untuk pembangkit listriknya.
Matikanlah peralatan listrik ketika tidak menggunakan, gunakn lampu hemat energi, gunakan panel surya sebagai energi alternatif.

3. Tanamilah lebih banyak pohon!
Tanaman hijau menyerap CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam jaringannya. tetapi setelah mati mereka akan melepaskan kembali co2 ke udara. Lingkungan dengan banyak tanaman akan mengikat CO2 dengan baik, dan harus dipertahankan oelh generasi mendatang. Jika tidak, maka karbon yang sudah tersimpan dalam tanaman akan kembali terlepas ke atmosfer sebagai CO2.
Penelitian dari Louisiana Tech University menemukan bahwa setiap acre pepohonan hijau dapat menagkap karbon cukup untuk mengimbangi emisi yang dihasilkan dari mengendarai sebuah mobil selama setahun.
Sebuah studi yang dilakukan oleh layanan perhutanan di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa penanaman 95.000 pohon yang dilakukan di dua kota kecil di Chikago memberikan udara yang lebih bersih dan menghemat biaya yang berhubungan dengan pemanasan dan pendinginan udara sebesar lebih dari US$ 38 juta dalam 30 tahun ke depan.

4. Daur ulang (Recycle) dan gunakan ulang(Reuse)
Kalkulasikan yang dilakukan di California menunjukkan bahwa apabila proses daur ulang dapat diterapkan hingga level negara bagian California, maka energi yang dihemat cukup untuk memberikan suplai energi bagi 1,4 juta rumah, mengurangi 27.047 ton polusi air, menyelamatkan 14 juta pohon, dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga setara dengan 3,8 juta mobil!

5. Gunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon
Penelitian yang dilakukan Universitas Chicago menunjukkan bahwa beralih dari mobil konvensional ke mobil hibrida seperti Toyota Prius dapat menghemat 1 ton emisi per tahun.
Mengkonsumsi makanan produk lokal akan mengurangi emisi dalam jumlah yang cukup signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Iowa State University pada tahun 2003 menemukan bahwa makanan non-lokal rata-rata menempuh 1.494 mil sebelum di konsumsi, bandingkan dengan makanan lokal yang hanya menempuh 56 mil. Bayangkan betapa banyak emisi karbon yang dihemat dengan perbedaan 1.438 mil tersebut.
Gunakan sepeda sebanyak yang Anda bisa sebagai metode transportasi. selain menghemat banyak energi, bersepeda juga merupakan olahraga yang menyehatkan.
"Saya berusaha untuk menggunakan sepeda untuk pergi ke tempat kerja sesering yang saya bisa untuk menghemat energi." - Margot Wallstrom. Wakil Presiden dari Komisi Uni Eropa.
Blogged with the Flock Browser

Selasa, 08 Februari 2011

ANALISIS PUISI “AKU” Karya Chairil Anwar




Chairil Anwar
Lahir                            : 26 Juli 1922
Bendera Belanda Medan, Sumatera Utara, Hindia Belanda
Meninggal                    : 24 April 1949
Bendera Indonesia Jakarta, Indonesia
Pekerjaan                      : penyair
Kebangsaan                  : Indonesia
Suku bangsa                : Suku Minang
Periode menulis            : 1942 - 1949
Angkatan                    : Angkatan '45
Karya terkenal             : Krawang Bekasi


Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950), kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).


Dalam puisi Indonesia, Chairil Anwar merupakan salah tokoh yang karya-karyanya  masuk dalam aliran ekspresionalisme.  Dalam aliran  tidak mengungkapakan  kenyataan secara objektif, namun secara subjektif. Yang di ekspresikan adalah  gelora kalbunya,  kehendak batinya. Puisinya  benar-benar ekspresi jiwa, creatio, bukan mimiesis. Namun demikian  kadang-kadang  penyair realis juga  bersikap  ekspresionalisme, yakni jika ekspresi jiwanya itu tidak berlebih-lebihan, tetapi apa adanya. Ekspresi jiwa yang berlebihan cenderung bersifat emosional adalah cirri-ciri kaum romantisme.

Sajak ekspresionalisme tidak mengambarkan  alam atau kenyataan, juga bukan penggambarann  kesan terhadap alam atau kenyataan, tetapi cetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat  mendarah daging, seperti sajak “aku” karya Chairil Anwar di bawah ini.

                  Aku

 Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ’kan merayu

Tidak juga kau

 Tak perlu  sedu sedan itu

 Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

 Biar perlu  menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

 Luka dan bisa  kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

 Dan aku akan lebih tidak perduli

 Aku ingin hidup seribu tahun lagi

 Pada puisi di atas  merupakan eskpresi jiwa penyair  yang menginginkan kebebasan dari semua ikatan. Di sana penyair tidak mau meniru  atau menyatakan  kenyataan alam, tetapi mengungkapkan  sikap jiwanya yang ingin berkreasi.  Sikap jiwa “jika sampai waktunya”, ia tidak mau terikat  oleh siapa saja, apapun yang terjadi, ia ingin bebas sebebas-bebasnya sebagai “aku”.  Bahkan jika ia terluka, akan di bawa lari  sehingga perih lukanya itu hilang. Ia memandang bahwa  dengan luka  itu, ia  akan  lebih jalang,  lebih dinamis, lebih vital, lebih bergairah hidup. Sebab itu ia malahan ingin hidup seribu tahun  lagi.
Uraian di atas merupakan  yang dikemukakan  dalam puisi ini semuanya adalah sikap chairil yang lahir dari ekspresi jiwa penyair. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada pembahasan puisi “aku”.

 Pembahasan
 Bahasan yang akan saya uraikan tentang puisi aku ini akan lebih mengedepankan pada ekspresionalisme jiwa Khairil Anwar yang merupakan daya ekspresinya. Kalau si aku  meninggal, ia menginginkan jangan ada seorang pun yang bersedih “merayu”, bahkan kekasih atau istrinya. Tidak perlu juga ada “sedu sedan” yang meratapi kematian  si aku sebeb tidak ada gunannya. Si aku ini adalah binatang jalang  yang lepas  bebas, yang terbuang dari kelompoknya , ia merdeka tidak mau terikat  oleh aturan-aturan yang mengikat, bahkan meskipun ia di tembak, terhadap aturan-aturan yang mengikat  tersebut.  Segala rasa sakit dan penderitaan akan ditanggungkan, ditahan, diatasinya, hingga rasa sakit dan penderitaan itu pada akhirnya akan hilang sendiri

Si aku makin akan tidak peduli pada segala aturan  dan ikatan, halangan, serta penderitaan. Si aku “ingin hidup seribu tahun lagi”, makksudnya secara kiassan, si aku menginginkan  semangatnya, pikirannya, karya-karyanya akan hidup selama-lamanya.

Secara struktural dengan melihat hubungan antara unsur-unsur  dan keseluruhannya, juga berdasarkan kiasan-kiasan yang terdapat didalamnya, maka dapat ditafsirkan  bahwa dalam  sajak ini dikemukankan  ide kepribadian  bahwa orang itu  harus bertanggung jawab terhadap  dirinya sendiri. “Ku mau tak seorang  kan merayu”. Orang lain hendaknya jangan campur tangan  akan nasibnya,  baik dalam suka maupun duka, maka “tak perlu seduh sedan itu”. Semua masalah pribadi itu urusan sendiri.  Dikemukakan secara ekstrim  bahwa si aku itu seorang yang sebebas-bebasnya (sebagai binatang jalang), tak mau di batasi oleh aturan-aturan  yang mengikat. Dengan penuh semangat si aku  akan mengahadapi  segala rintangan “tebusan peluru”, “bisa dan luka” dengan kebebasnya yang makin mutlak itu.  Makin banyak rintangan  makin tak memperdulikannya sebab hanya dengan demikian, ia akan dapat berkarya  yang bermutu sehingga  pikirannya  dan semangatnya itu dapat  hidup selama-lamanya, jauh melebihi umur manusia. “aku ingin hidup seribu tahun lagi”,  berdasarkan dasar konteks itu  harus ditafsirkan sebagai  kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah  semangatnya bukan fisik.

Dalam sajak ini kemantapan pikiran dan semangat selain ditandai dengan pemilihan kata  yang menunjukan  ketegasan seperti “ku mau, tak perlu sedu sedan itu, aku tetap meradang,  aku akan tetap meradang, aku lebih tak peduli, dan aku mau hidup seribu tahun lagi”. Pernyataan diri sebagai binatang  jalang adalah kejujuran yang besar, berani  melihat diri sendiri dari segi buruknya.  Efeknya membuat orang  tidak sombong terhadap kehebatan ini sendiri  sebab selain orang  lain  orang mempunyai kehebatan  juga ada cacatnya, ada segi jelek dalam dirinya.

Si aku ini adalah manusia yang terasing, keterasingannya   ini memang disengaja oleh dirinya sendiri sebagai pertanggung jawaban  pribadi “ku mau tak seorang ‘kan merayu , tidak juga kau”. Hal ini karena si kau adalah  manusia bebas   yang tak mau terikat  kepada orang lain  “aku ini binatang jalang/ Dari kumpulannya terbuang”. Dan si aku ini menentukan  “nasibnya” sendiri, tak terikat oleh kekuasaan lain “aku mau hidup seribu  tahun lagi”. Pengakuan dirinya sebagai binatang jalang dan penentuan nasib  sendiri “aku mau hidup seribu tahun lagi” adalah merupakan sikap  revolusioner terhadap paham  dan sikap pandangan  para penyair  yang mendahuluinya.

Dalam sajak ini intensitas pernyataan dinyatakan  dengan  sarana retorika yang berupa  hiperbola, dikombinasi dengan ulangan,  serta diperkuat oleh ulangan bunyi vokal a dan u ulangan bunyi lain serta persajakan akhir seperti telah dibicarakan  di atas.
Hiperbola tersebut :

 Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar perlu  menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang…

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

 Gaya tersebut disertai ulangan i-i yang lebih menambah intensitas :

Luka dan bisa  kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku ingin hidup seribu tahun lagi

 Dengan demikian jelas hiperbola tersebut  penonjolan pribadi  tampa makin nyata disana ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya.

Sajak ini menimbulkan banyak tafsir, yang bersifat ambiguitas  hal ini disebabkan ketaklangsungan ucapan dengan  cara bermacam-macam.  Semuanya itu untuk menarik perhatian, untuk menimbulkan  pemikiran, dan untuk memproyeksikan prinsip ekuivalensi dari proeses pemilihan  ke poros kombinasi. “kalau samapai waktuku” dapat berarti “kalau aku mati”, “tak perlu sedu sedan “ “berarti tak ada gunannya  kesedihan itu”. Tidak juga kau” dapat berarti “tidak juga engkau anaku, istriku, atau kekasihku”.

Semua itu menurut konteksnya. Jadi ambiguitas arti ini memperkaya  arti sajak itu. Ambiguitas arti itu juga disebabkan  oleh  pengantian  arti, yaitu  dalam sajak ini banyak dipergunakan  bahasa kiasan, disini banyak dipergunakan  metafora,  baik metafora penuh mauapun implicit. Metafora penuh seperti “aku ini binatang jalang “. Maksudnya, si aku itu sepeerti binatang jalang  yang bebas lepas tidak terikat oleh ikatan apapun. Metafora implicit seperti “peluru, luka dan bisa, pedih peri”. “peluru” untuk mengkiaskan  serangan, siksaan, halangan, ataupun rintangan. Meskipun si aku  terhembus  peluru, mendapat siksaan, mendapat siksaan, rintangan, serangan, ataupun halangan-halangan, ia tetap akan  meradang, menerjang: melawan  dengan keras, berbuat nekat demi kebenarannya. “luka dan bisa” untuk mengkiaskan penderitaan yang didapat  yang menimpa. “pedih peri” kengkiaskan kesakitan, kesedihan atau penderitaan  akibat tembusan  peluru di kulit si aku (halangan, rintangan, serangan, ataupun siksaan).
Dengan kiasan-kiasan itu  gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan  sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan  kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat  yang nyala-nyala untuk merasakan  hidup  yang sebanyak-banyaknya digunakan  kiasan “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi, di sini kelihatan gambaran  bahwa si aku  penuh vetalitas mau mereguk  hidup ini  selama-lamanya.

Penyimpangan arti  dan penggantian arti  itu menyebabkan  sajak “aku” ini dapat  tafsirkan  bermacam-macam sesuai dengan saran kata-kata dan kalimatnya.  Hal ini menyebabkan  sajak ini selalu “baru”  setiap dibaca dengan tafsiran-tafsiran  baru yang memperkaya  arti sajak ini, yang ditimbulkan  oleh kemampuan  struktur sajak ini yang menjadi dinamis oleh ambiguitasnya.
Kesimpulan

Dari ulasan tersebut  dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap seniman atau sastrawan dalam membuat suatu karyanya dapat menggunakan berbagai macam caranya. Salah satu caranya dengan mengekspresikan karyanya sebagai gundahan, gejolak, pengalaman, bayang-bayang yang sebagai media penyaluran karyanya untuk dapat dinikmati oleh umum.

Kiasan-kiasan yang dilontarkan oleh Chair Anwar dalam puisinya menunjukan bahwa di dalam dirinya mencoba memetaforakan  akan bahasa yang digunakan yang bertujuan mencetusan langsung dari jiwa. Cetusan itu dapat bersifat mendarah daging, seperti sajak “aku”. Dengan kiasan-kiasan itu  gambaran menjadi konkrit, berupa citra-citra yang dapat diindra, gambaran menjadi nyata, seolah dapat dilihat, dirasakan  sakitnya. Di samping itu kiasa-kiasan tersebut menyebabkan  kepadatan sajak. Untuk menyatakan semangat  yang nyala-nyala untuk merasakan  hidup  yang sebanyak-banyaknya digunakan  kiasan “aku mau hidup seribu tahun lagi”. Jadi, di sini kelihatan gambaran  bahwa si aku  penuh vetalitas mau mereguk  hidup ini  selama-lamanya. Jadi berdasarkan dasar konteks itu  harus ditafsirkan bahwa Chairil Anwar dalam puisi “aku” dapat didefinisaikan sebagai bentuk pemetaforaan bahasa atau kiasan bahwa yang hidup seribu tahun adalah  semangatnya bukan fisik.


Daftar pustaka

Djoko Pradopo Rakhmat, Pengkajian Puisi, Yogyakarta, Gajah Mada University Prees, 1987.
Anwar Chairil, Aku Binatang Jalang,  Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
J. Waluyo Herman, Teori dan Apresiasi Puisi.Erlangga Jakarta, 1991